Kamis, Desember 27, 2012

Antara Habibie-Ainun dan 5 cm

Jadi, awalnya gue ingin menulis review beberapa film yang baru gue tonton minggu-minggu ini, tapi sepertinya itu udah terlalu mainstream,(padahal bohong, padahal emang nggak bakat nulis review aja) jadi, gue mau menumpahkan pikiran random gue setelah nonton dua film Indonesia yang lagi booming di akhir tahun ini.

Iyup, 5 cm dan Habibie-Ainun.
Kedua film ini jelas berbeda namun punya beberapa kesamaan. 5 cm terinspirasi dari kisah nyata, sedangkan Habibie-Ainun diangkat dari kisah nyata. Dan--untuk mereka yang udah nonton dua-duanya--pasti nyadar kalo kedua film ini berusaha meninggalkan satu perasaan baru pada penontonnya: Rasa cinta akan tanah air.

5 cm punya cerita sederhana yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Persahabatan, skripsi, kebodoran hidup, dan lain-lain. Mereka menekankan bagian "Oh how I love Indonesia" hanya di bagian akhir, ketika mereka melihat keindahan Indonesia dari puncak gunung tertinggi di pulau jawa. Permainan bahasa yang digunakan dalam dialognya nampak terlalu nyastra hingga gue pikir, anak muda jaman sekarang nggak bakal menggunakan bahasa sepuitis itu dalam kehidupan sehari-hari. Itu pikiran sekilas gue aja, sih. Apabila film ini berusaha meningkatkan taraf kecintaan penontonnya akan tanah air Indonesia, sayangnya agak kurang ngena.

Berbeda dengan film Habibie-Ainun yang sebenarnya lebih bertujuan untuk menceritakan cinta sejati mantan presiden dan Alm istrinya, justru secara tidak sengaja film ini menyampaikan bagaimana Pak Habibie sangat mencintai negara ini. Keteguhannya akan janji untuk kembali ke Indonesia dan mengabdikan ilmunya di negeri ini tergambarkan dengan jelas, membuat gue kagum. Nggak banyak orang pintar yang bersiteguh bakal kembali ke tanah air untuk turut membantu kemajuan negara. 
"Masalah uang, royalti di sana (Jerman) pasti lebih besar, tapi tujuanku bukan itu"

Film ini membuat gue menambahkan daftar orang-orang hebat yang gue kagumi. Pada masa jaya Habibie, gue hanyalah anak ingusan (tapi imut) yang nggak terlalu ngerti politik dan nggak terlalu tahu seperti apa Pak Habibie ini. Tapi setelah nonton filmnya, rasanya banyak hal yang bisa dicontoh darinya.

Selain merupakan suami setia yang penuh kasih sayang, beliau juga merupakan pemimpin yang sangat bertanggung jawab. Bekerja dengan jujur, Habibie bahkan menolak untuk praktik kongkalikong sejak ia menjabat sebagai menteri. Indonesia perlu bersyukur pernah punya pemimpin setipe ini, namun sayangnya orang jujur di medan politik Indonesia jarang sekali bertahan lama.

Entah hanya gue atau semua orang akan merasakannya, film ini sedikit-banyak mendorong gue untuk dapat berbakti pada negeri seperti tulusnya Habibie pada Indonesia. Jika membandingkan kedua film dari sisi yang ini, tentu Habibie-Ainun bisa lebih menggetarkan hati dibanding film 5 cm. But really, good job for those two. ;)

Sabtu, Desember 15, 2012

Times Goes By

So, my office just shared a bunch of 2013 calendar to its relations, customers, and employees. This thing suddenly wakes me up that year 2012 is going to meet its end. And, ohlala! I'm getting older!
I think my life accelerates fast since I'm graduated. I start to think about careers, marriage, pregnancy, and  parenting. I start to wonder about how to make money, how to be a great wife, and how will i spend my future. So many things complicated in my mind. I really need to start my life.
In another new years before, i didn't have any resolution like some people did. I just go with the flow and hoping everything will going well. I think from now, i should have resolution myself. Reminds me to make a resolution list on the next post ;)
Btw, even that marriage thingy will not be in my 2013 resolution list (its too early!), but i still busy comparing one wedding organizer to another. LOL me, but i love to do this. Comparing wedding dresses, photographs, and food in every wedding reception is my new hobby :D

Environment Shock

Kalo denger kata cultural shock mungkin udah nggak aneh, ya... Itu adalah suatu keadaan dimana seseorang yang terbiasa dengan kebudayaan dalam suatu negara, mengalami shock ketika harus beradaptasi dengan budaya baru, di daerah lain.

Nah, kalo environment shock? Ini gue iseng-iseng aja nyebutin frase ini, untuk menggambarkan kondisi gue sekarang.

Yup, setelah dinyatakan lulus pada bulan juni lalu, gue akhirnya mendapatkan sebuah pekerjaan tetap. Karena sebelumnya gue adalah pengajar paruh waktu yang kerjaannya kesana-kemari, hujan-hujanan dan panas-panasan dari satu tempat ngajar ke tempat ngajar yang lain, mendapat pekerjaan tetap adalah suatu hal yang menyenangkan buat gue.Singkat cerita, diterimalah gue dalam suatu perusahaan di Bandung. Masih Bandung, loh? Masih satu kota dengan tempat gue lahir, tempat gue tinggal. Itulah kenapa nggak gue sebut culture shock, karena ya jelas jelas budayanya mah masih sama, atuh?

Jadi, apa yang membuat gue begitu shock dalam beradaptasi disini?

Awalnya, gue nggak terlalu aware faktor apa yang membuat gue sedikit lebih cepet bete di tempat kerja yang baru. Dan ternyata, setelah ngobrol dengan beberapa teman lama, sepertinya gue merindukan saat-saat dimana gue bisa curhat dengan teman sebaya, ngobrol hal-hal nggak penting seperti ngobrolin Justin Biber, ngecengin cowok bareng sambil ngepo-ngepoin facebook-nya, daan semua hal konyol yang biasa gue lakukan di bangu kuliah dulu.

"Lah, emangnya di kantor lo nggak bisa bersikap konyol, vi? Cuek aja, lagi"

Ummm, sepertinya tidak semudah itu. Sulit menemukan teman sebaya di kantor gue. Nggak ada, malah. Bahkan anak perawannyapun hanya gue seorang. Sisanya, newlywed, early pregnance mom, dan parents semua. Kan nggak mungkin juga gue melontarkan lelucon lelucon konyol semasa kuliah pada rekan kerja gue sekarang. Nggak lucu aja, kan kalo tiba-tiba nyeletuk nanya; "Bu, pernah ngupil pake sumpit nggak?" pada seorang wanita karir yang sudah beranak pinak?

And I have to deal with it!

Yap, beberapa orang bilang kalo ini ada sisi positifnya, yaitu bikin gue jadi lebih dewasa dan tahu pembicaraan-pembicaraan yang menyangkut rumah tangga. Tapi, terkadang gue nggak bisa se-enjoy itu... Gue udah terlalu terbiasa punya sahabat sebaya ketika kuliah, kemana-mana bareng dan sedikit-sedikit curhat. Akhirnya, gue memutuskan untuk selalu keep in touch dengan temen-temen sebaya gue di kampus. Kalau kalian ada yang merasakan hal yang sama dengan gue, ini tipsnya: Jadwalkan seminggu sekali ketemu temen sepermainan lo semasa kuliah atau sekolah. Pilih tempat yang lumayan sering dikunjungi semasa kuliah atau sekolah. And there you are, free to act like youre young again. Gue sudah melakukan cara ini, lucky me I have a bunch of good friends. Tapi kayaknya satu minggu sekali masih kurang... Gue jarang banget bisa ketemu The Sailor Gangs; Zakia, Nia, Meisya and Sri... My skripsi mates; Sandra, Luthfi, Indah, and all my classmate. I miss you, guys ;(

Rabu, Desember 12, 2012

Nakal

Jadi, kapan terakhir kali lo melakukan suatu hal yang nakal, tapi bikin lo excited? Seperti mengambil buah jambu di halaman tetangga, kemudian lari terbirit-birit sambil merasa excited. Sebenernya nggak terlalu peduli sama buah jambunya, all that you care is just how the way you feel. One more time: EXCITED


Secara random, gue tiba-tiba merasa bete dan jenuh. Awalnya gue nggak tau kenapa. Bahkan tanpa pikir panjang gue kirim pesan singkat ke Si Pacar yang isinya :

"Aku bete. Jenuh. Gatau kenapa. Pengen pergi ke suatu tempat yang bikin aku merasa muda lagi. Aku pengen nakal sehariiii aja."
Sayangnya, karena gue dan Si Pacar terpisah jarak, dia nggak bisa mengarahkan gue untuk jadi anak nakal yang positif. Dia sendiri bingung, nakal kayak gimana yang gue maksud disitu. Akhirnya, hari ini gue bikin janji dengan para sahabat gue; Dara, Apip dan Ewih. Gue mencurahkan segala ketidakjelasan mood gue akhir-akhir ini, yang tiba-tiba merasa ingin melakukan hal yang nakal. Secara sederhana, obrolan berkembang pada kenakalan jaman-jaman masih ingusan: naik-naik ke pohonnya tetangga, nyingkapin roknya cewek, mencet bel rumah orang terus kabur, dan sebagainya.

Ketika sedang membicarakan hal itu, mood gue sedikit demi sedikit membaik. Mungkin ini yang gue butuh; nakal-nakalnya anak ingusan. Mungkin gara-gara environment shock, dimana gue yang masih muda belia ini berkarier di tempat yang sebagian besar pegawainya sudah berkeluarga, (anak perawannya aja cuma gue doang) bagian kecil dari diri gue yang masih belia seolah berontak. Gue pengen deh sekali-sekali melakukan hal-hal konyol itu lagi. Terakhir kali, gue ngejailin orang-orang secara random tepat sehari sebelum sidang skripsi.

Jadi, ya... memang sepertinya untuk memperbaiki mood, melakukan kenakalan anak ingusan bisa jadi healing therapy untuk kalian yang suddenly feeling old. Seperti salah satu episode di kartun Spongebob, ketika Mr Krabs melakukan hal-hal konyol hanya untuk merasa kembali muda. Tapi, tentu nakal-nya harus dalam batasan tertentu, ya?

"Apakah kau merasakannya, Tuan Krabs?"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...