Sabtu, Februari 22, 2014

(antara) Jatuh Cinta dan Jatuh dari Motor

Kemarin, sepulang dari tempat kerja, gue jatuh dari motor (lagi). Ini jatuh keempat kalinya selama 4 tahun menjadi pengendara motor. Tapi, ini adalah jatuh paling hebat yang pernah gue rasakan. Motor gue meluncur sekitar dua meter kedepan, gue nyungsruk nyium aspal dengan posisi mirip Superman. Kenapa gue bilang hebat? Karena gue nggak nangis sama sekali. Padahal, 3 kali jatuh yang sebelumnya, gue selalu nangis. Bukan masalah sakitnya segimana, tapi kagetnya. And feeling weak-nya yang bikin gue sedih.

Jatuh yang kemarin, gue hanya tersungkur beberapa detik dan bangun sendiri. (Note it: bangun sendiri) dan menuju motor gue. Beberapa mas-mas nyamperin gue, nolongin gue dan men-test-drive motor gue (mungkin khawatir kenapa-kenapa) dan menyarankan gue untuk istirahat dulu di pinggir jalan. Tapi, yang gue lakukan hanyalah tersenyum, bilang "Saya nggak apa-apa, mas" lalu naik motor lagi dan meluncur sambil tersenyum. Aneh? Iya, gue juga merasa aneh. Gue ngerasa jatuhnya gue tadi kayak sebuah jawaban. Jawaban untuk pertanyaan gue pagi harinya.

Pagi harinya, sebelum berangkat kerja, gue sempet nangis di pelukan mama, ngomongin jatuh cinta. Sabtu pagi yang mellow, ya? Jadi ceritranya gue sedang-entah-kenapa pengen ngepoin pria terakhir yang gue cintai, dan mendapati dia lagi seneng-senengnya pedekatean ama targetnya sejak lama. Gue curhat sama Mummy, dan bertanya "Kalau memang dia bukan buat aku, kenapa sih Mum, aku harus dipertemuan dengan dia?" Mummy nggak bisa jawab, cuman ngebelai rambut gue dan bilang; "Mungkin ujian. Kan kamu kuat?" kata Mummy pagi itu. Gue belum cukup puas dengan jawaban itu. akhirnya, selama seharian kerja, gue masih mempertanyakan hal itu. "Kenapa harus dipertemukan kalau akhirnya bukan untuk aku?"

#eeaa
 Terus apa hubungannya dengan tragedi jatuh dari motor? Ketika muka gue tersungkur ke aspal, otak gue langsung merekam satu masukan baru: Rem mendadak di perempatan yang basah dan licin itu bahaya dan bikin gue jatoh tergelincir. "Alhamdulillah ya Allah, aku belajar dari sini." itu yang gue pikirkan saat itu. Entah datang dari mana, akhirnya jawaban untuk pertanyaan gue di pagi hari terjawab: untuk belajar.

Gue jatuh empat kali dengan sebab yang berbeda; satu karena angkot di depan ngerem mendadak, dua karena stang gue nyangkut dengan pengendara lain yang berlawanan arah, tiga karena lubang di jalan nggak kelihatan, dan empat karena gue ngerem mendadak di jalanan yang licin. Setiap jatuh selalu punya pelajaran baru buat gue. Gue jadi tau kalau ngekor angkot itu bahaya, karena mereka suka ngerem ngedadak. Gue nggak pernah lagi ngekor angkot. Gue nggak lagi terlalu mepet ke kanan karena gue jadi tau, resiko stang nyangkut itu ada. Gue jadi tahu bahwa lubang di jalanan gelap itu bahaya. Dan gue jadi tu jalanan basah bikin gue tergelincir. Semua jatuh bikin gue belajar.

Begitupun jatuh cinta. Gue nggak bisa bertanya "buat apa sih gue ditemuin kalo akhirnya bukan dia?" karena jawabannya adalah: Untuk belajar. Gue jadi tau tipikal pria seperti dia tidak akan membicarakan apa yang dia rasakan. Dia hanya akan diam, dan tada! Boom. Begitupun dengan jatuh-jatuh cinta yang lain. Tipkal yang berbeda, personality yang berbeda, cara mencintai yang berbeda. Gue belajar. Gue belajar berbagai macam rasanya jatuh.

Gue pernah merasa iri dengan teman-teman yang bisa merasakan satu kali jatuh cinta, lalu menikah dengan orang yang sama. Mungkin ia tidak merasakan rasanya kehilangan? Mungkin ia tidak perlu belajar bagaimana rasanya jatuh? Tapi, setiap orang memiliki jalan yang berbeda. Beberapa harus jatuh untuk belajar. Dan dengan jatuh, aku tau bagaimana rasanya bangkit, aku tau bagaimana rasanya menikmati setiap rasa sakitnya.

Life is about learning everything.

Be Safe!
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...