Pasti kalian sudah nggak asing lagi denger namanya. Sejak Ibu dua anak ini dituntut gara-gara tulisannya yang tersebar di dunia maya, namanya sering disebut di berbagai media.
Kasus ibu Prita ini menguak berbagai sisi yang mulanya tak terlihat dalam diri bangsa Indonesia.
Salah satunya adalah tidak konsistennya hukum di negara ini.
Prita dituntut karena dianggap mencemarkan nama baik, namun di satu sisi Prita juga memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya. Cukup membingungkan, ya?
Selain itu, dituntutnya Prita ke meja hijau dianggap merupakan tuntutan yang tidak memikirkan hati nurani.
Padahal apabila dilihat dari kejadian yang menimpanya, Ibu Prita-lah yang seharusnya mendapat pembelaan karena telah diperlakukan kurang baik oleh salah satu Rumah Sakit Internasional yang ia keluhkan itu.
Bagi kalian yang belum tahu masalahnya, kalian dapat membacanya disini;
Spoiler for Surat Ibu Prita:
Jakarta – Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.
Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.
Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah thrombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangani oleh dr Indah (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000.
dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.
Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien.
Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal.
Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.
Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja.
Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.
Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata menunggu dr H saja.
Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.
Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun, janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri.
dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.
Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.
Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.
Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.
Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan komplain tertulis.
Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen. Atas nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya.
Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan.
Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.
Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista.
Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.
Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut.
Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah.
Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut Manajemen Omni pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang.
Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum.
Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami.
Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.
Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap.
Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik.
Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.
Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.
Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan.
Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan.
Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.
Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.
Salam,
Prita Mulyasari
Alam Sutera
prita.mulyasari@yahoo.com
0815131xxxxx
Dari tulisan Ibu Prita ini, kita dapat menyimpulkan memang seharusnya Prita yang dibela karena mendapatkan perlakuan yang tidak sesuai dengn standar RS Internasional. Tapi kenyataannya, Prita malah dituntut, bahkan sampai dipenjara karena dituduh mencemarkan nama baik. Nahloh, jadi sebenarnya mana Undang undang yang berlaku dalam kasus ini? HAM, atau pencemaran nama baik?
Cukup bingung memang kalau kita berbicara tentang hukum. Keambiguan hukum memang sering terjadi, tidak hanya dalam kasus Prita Mulyasari ini saja.
Namun, dibalik kekeliruan hukum tersebut, kasus ini juga mengandung salah satu kisah TERBAIK yang patut kita banggakan.
Kasus Prita ini telah menyentuh hati sebagian besar bangsa Indonesia.Bayangkan, ribuan bahkan jutaan masyarakat Indonesia yang sebelumnya bahkan tidak mengenal Prita, rela melakukan berbagai hal untuk mendukung Ibu Prita agar ia mendapat keadilan dan dibebaskan.
Dukungan dimulai dari Facebook, baik penggunaan group ataupun aplikasi causes.
Prita dianggap telah mencemarkan nama baik Rumah Sakit Internasional tersebut dan dituntut untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 204.000.000 (dua ratus empat juta rupiah).
Kesolidaritasan bangsa Indonesia semakin terlihat saat tuntutan itu diketahui publik. Para blogger, aktivis internet, mahasiswa, guru, dan berbagai masyarakat dari berbagai profesi bersatu menggalang dana untuk aksi solidaritas bagi Ibu Prita.
Inilah yang dapat kita banggakan dalam kasus ini. Kebhineka tunggal Ika-an negara ini sangat terlihat dari respons masyarakat untuk membantu seorang Ibu rumah tangga sederhana yang awalnya tidak dikenal sekalipun.
Aksi solidaritas dilakukan dengan mengumpulkan koin untuk Ibu Prita. Hingga saat ini, pengmpulan koin telah dipastikan melewati 600 juta rupiah. Koin-koin yang dikumpulkanpun berbagai macam. Memang kebanyakan berupa koin Rp 200 dan Rp 500, namun ada juga yangmemberikan Koin Rp 5 dan Rp 1, hingga koin dingdong dan koin berlubang.
Pengumpulan koin ini mungkin terlihat mudah, namun ternyata tidak. Butuh keikhlasan dan pengorbanan untuk mengumpulkan koin-koin peduli ini.
Salah satu keantusiasan masyarakat untuk membantu prita tercermin dari kisah yang satu ini:
Spoiler for Kisah Ibu Pengantar Koin:
Dewi Sumiyati, seorang Ibu yang berprofesi sebagai Sekertaris Pendidikan Dasar Menengah (Dikdasmen) harus menempuh empat jam perjalanan demi mengantarkan sekantung koin untuk aksi solidaritas bagi Ibu Prita Mulyasari.
Uang yang ia bawa tak seberapa, hanya sebesar Rp 82.000 saja. Namun karena sifatnya yang amanah pada apa yang telah dipercayakan padanya, ia rela menempuh perjalanan panjang untuk mengantarkan koin tersebut ke posko pengumpulan koin untuk Prita.
Sayangnya, Ibu Dewi ini harus menempuh perjalanan yang lebih panjang, karena ia tersesat tidak mengathui jalan menuju Posko tersebut. Namun, usahanya tidak sia-sia. Ia berhasil mengantarkan sekantung koin tersebut setelah menempuh empat jam perjalanan dan menghabiskan ongkos sebesar Rp 27.000. "Hitung-hitung amal," Katanya.
Usut punya usut, dalam sekantung uang yang dibawa oleh Ibu Dewi tersebut, terdapat sebuah celengan bermotif kartun milik anaknya. Buah hati Ibu Dewi itu ternyata sedang mengumpulkan uang untuk membeli sebuah telepon genggam. Namun, Ibu Dewi mengajarkan solidaritas pada anaknya, hingga anaknyapun dengan ikhlas merelakan tabungannya untuk disumbangkan pada Ibu Prita.
"Nanti juga ada lagi rejekinya," ucap Ibu bijaksana itu pada anaknya.
Dari kisah tersebut, sungguh jelas kita melihat adanya kepedulian seorang masyarakan Indonesia pada seorang masyarakat lain yang bahkan belum pernah ia kenal sebelumnya. Bahkan ia mengajarkan pada anaknya untuk dapat bersolidaritas kepada sesama, tak perlu memandang apakah orangtersebut adalah orang yang kita kenal atau tidak.
Kekayaan moral inilah yang perlu ditumbuh kembangkan pada diri bangsa kita. Kita masih memiliki harta yang tidak kalah berharga dengan harta nyata lainnya, yaituHATI NURANI. Kebersatuan masyarakat Indonesia ini dapat juga dijadikan sebagai salah satu kebanggan pada negeri kita ini, Indonesia.
huaaa... baru kali ini loh gue baca isi email Ibu Prita yang lengkap :p Dan semakin yakin bahwa Ibu Prita lah yang memang pantas dibela! Hmm..semoga gak akan terjadi lagi hal yang begini yah..
@bena: waa, bena mengomentari blogku..hhe. oya? ngga fair gmna ben? @ichae: iyaa, tapi alhamdulillah, sekarang Ibu Prita udah dibebasin sist.. hoho. Berkat dukungan masyarakat indonesia yang bersatu padu. ^o^
Lengkap & jeLas!
BalasHapuseww, thank you..
BalasHapus>.<
cie ikutan kompas muda.. ehehe.. tahun lalu gue ikutan juga.. udah pernah liat postingan gue belom? hohho.. tapi nyebelin penilaiannya ga fair..
BalasHapusgue ga sempet ikutan ngitungin koin tuh waktu itu huhu.. goodluck deh ya semoga menang hehee
huaaa...
BalasHapusbaru kali ini loh gue baca isi email Ibu Prita yang lengkap :p
Dan semakin yakin bahwa Ibu Prita lah yang memang pantas dibela! Hmm..semoga gak akan terjadi lagi hal yang begini yah..
@bena: waa, bena mengomentari blogku..hhe. oya? ngga fair gmna ben?
BalasHapus@ichae: iyaa, tapi alhamdulillah, sekarang Ibu Prita udah dibebasin sist.. hoho. Berkat dukungan masyarakat indonesia yang bersatu padu. ^o^
waww, like this..
BalasHapusbener2 bagus kalo nyusun berita :)