sudah memasuki hari kedua Bulan Agustus, gue baru inget kalo gue punya banyak cerita di Bulan Juli. Salah satunya adalah berita duka yang menimpa keluarga kucing gue, keluarga besar Tom dan Rere.
Baru saja beberapa bulan yang lalu gue bahagia karena Rere telah melahirkan empat ekor anak kucing yang lucu-lucu dan sangat lincah, tapi nggak sampe dua bulan, kebahagiaan itu seolah direnggut karena para kucing kecil gue terkena penyakit yang-ternyata menyebabkan kematian!
Ceritanya dimulai ketika salah satu dari empat anak kucing yang lucu-lucu itu mendadak diam dan tidak seaktif yang lainnya. Padahal seinget gue, beberapa hari yang lalu mereka berempat baru saja berkenalan dengan Cimong, kucing liar yang suka main kerumah.
Cimong itu kucing yang friendly, sama manusia aja cepet akrab. Dan ketika Cimong mulai akrab dengan keempat anak kucing Rere, Gue sekeluarga nggak keberatan. Bahkan kelihatannya Tom dan Rere sebagai Ayah dan Bunda para anak kucing juga nggak keberatan anak-anaknya main dengan Cimong.
Ternyata, meski Cimong terlihat seperti kucing yang sehat, Cimong (dan kucing liar lainnya) punya kemungkinan besar berpenyakit kulit. Hanya saja, mungkin karena bulu mereka pendek maka penyakitnya nggak terlalu keliatan parah. Sayangnya, gue baru tahu hal ini setelah salah satu anak kucing terkena penyakit aneh yang bikin bulu-bulunya dipenuhi butiran-butiran kecil mirip ketombe.
Satu anak kucing yang daya tahan tubuhnya memang lemah, meninggal begitu gue selesai mandiin. Ini kesalahan. Ya, kesalahan. Anak kucing baru boleh dimandikan setelah lebih dari tiga bulan. Call me amateur.
Setelah geng anak kucing tinggal sisa tiga, satu demi satu mereka keliatan lemes dan nggak lincah lagi. Ketakutan kematian itu bakal terulang, gue dan Mommy memutuskan untuk memanggil Dokter Hewan ke rumah. Sebut saja namanya Dokter R. Beliau adalah dokter rekomendasi dari tetangga gue yang sama-sama melihara kucing.
Kesan pertama saat gue melihat Dokter R adalah, kurang yakin. Beliau datang membawa tas besar. Saat gue sodorkan si kucing kecil yang sakit, beliau cuma meraba-rabanya dan mengatakan bahwa si kucing terkena Jamur. Setelah sedikit berbasa-basi, Si Dokter mengeluarkan jarum suntik dan mengisinya dengan obat cair. Si Kitten pun disuntik dalam pelukan Mommy gue, sedikit mengerang dan kemudian terlihat lemas. sumpah, gue nggak tega.
Setelah selesai menyuntik dan memberi resep obat antibiotik, Si Dokter dibayar seharga 50 ribu rupiah. Oke, gue bukannya itungan. Tapi, ngenes nggak sih, kalo lo baru pertama kali nemuin dokter hewan, tidak meyakinkan, dibayar dengan selembar rupiah biru, tapi kemudian malem berikutnya anak kucing lo ternyata meniggal juga? Ya, anak kucing gue yang disuntik itu meninggal, dan setelahnya gue baru tahu kalau anak kucing yang baru berumur dua bulan nggak boleh disuntik. Apalagi ketika sedang sakit, ketika daya tahan tubuhnya sedang lemah.
Ini malpraktek. Sejak saat itu, gue sekeluarga trauma dengan yang namanya Dokter Hewan. Sekarang sisa anak kucing gue tinggal dua. Dengan melakukan hipotesis pas-pasan berdasarkan data dari internet, gue dan Mommy mencoba melakukan penyembuhan sendiri tanpa bergantung pada Dokter Hewan.
Saat itu, gue rajin membuka forum tempat para pecinta kucing berkumpul, membaca artikel mengenai perawatan kucing, seputar penyakit kucing, dan sebagainya. Dari sini gue baru tahu bahwa kemungkinan terbesar kucing terkena penyakit kulit adalah karena tertular kucing liar. Gue juga baru tahu kalo kucing longhair macam Rere, Tom dan anak-anaknya sangat rentan terhadap penyakit, karena bulu panjangnya merupakan sasaran empuk penyakit-penyakit kulit yang biasanya nggak terlalu ketara pada kucing biasa.
Sekitar dua-tiga minggu, gue dan Mommy mempertahankan dua anak kucing yang tersisa. Masih mengikuti hipotesis sementara si dokter malpraktek, apa yang gue cari cuma penanggulangan penyakit jamur pada kucing. Tapi, emang dasar gue ama Mommy bukan ahli, satu kucing meninggal lagi. Lebih mengenaskan, kucing yang satu ini meninggal di pelukan Mommy, seolah berusaha terus bertahan hidup ketika Mommy gue terus berbisik “Kamu bisa sayang, kamu kuat! Ayo, hidup, hidup!” namun setelah Mommy nggak tega ngeliat perjuangannya, Mommy berbisik “Sayang, kalau memang tempat terbaik buat kamu adalah di sisi Allah, Mama udah ridho…” dan beberapa menit kemudian, sambil mengerang seolah mengucapkan salam perpisahan, anak kucing itu meninggal juga.
Anak kucing yang tersisa adalah Bernard, anak kucing paling beda dengan kakak-kakaknya. Ketika lahir, bulunya berwarna putih. Dan ketika beranjak dewasa, corak hitam muncul di telinga, wajah, kaki, tangan dan buntutnya. (orang-orang menyebut corak ini seal point).
Bernard adalah harapan terakhir kami. Memutuskan untuk melupakan trauma akan Dokter Hewan, gue dan Mommy memberanikan diri membawa Bernard ke dokter hewan lain, kali ini rekomendasi dari petshop. Kami bertiga (gue, kakak gue dan Mommy) bela-belain malem-malem, hujan, gelap, nyari tempat praktek si dokter di kawasan komplek sepi. Alhamdulillah nggak sia-sia. Dokter yang ini ternyata lebih friendly dan meyakinkan. Sebelum mengungkapkan hipotesisnya, beliau melakukan pemeriksaan yang sangat detil.
Setelah memeriksa mata, mulut, telapak tangan, kaki, dan daun telinga si kucing, Dokter Lucky mengungkapkan bahwa Bernard terkena Scabies. Scabies dengan jamur memang sama-sama penyakit kulit, tapi penanggulangannya tentu berbeda. Dokter Lucky juga terkejut begitu tahu Dokter R menyuntik kucing kecil gue beberapa minggu yang lalu, karena suntikan pada kucing kecil yang sedang sakit memang hanya akan menyebabkan kematian.
Alhamdulillah, Allah masih menyelamatkan Bernad. Ini memang pengalaman pertama gue memelihara kucing longhair. Dokter memang memisalkan, merawat bayi kucing longhair itu lebih susah dibanding merawat bayi manusia biasa! Jadi, Mommy gue serasa latihan punya cucu deh…
Jadi, doa gue untuk mengawali bulan Agustus (sekaligus bulan Ramadhan ini) adalah, semoga Bernard diberi kesehatan dan kekuatan, umur yang panjang juga… Oya, dan semoga puasanya lancar ya, all… Semoga tahun ini masih ada yang ngasih THR…
Ps. Gue bakal ngeposting lebih lanjut mengenai scabies dan penanggulangannya, just wait the time!
Kasian anak kucingnya, so sorry to hear that :(
BalasHapusgak manusia, gak kucing, pergaulan bebas itu emang beresiko --"
Pergaulan bebas..?? ~.~
BalasHapusiya dhyn, sedih..doain rere supaya cepet bikin anak lagi ya.. :(
Kucing... :(
BalasHapusPergaulan bebas sama kucing liar maksudnya. Aaammiiiin, sok atuh daftarin rere nya ke biro jodoh kucing, tapi jangan kucing liar :)
BalasHapusWah, ceritanya menyedihkan sekaligus menggembirakan.. menggembirakan soalnya masih hidup satu.. tuh si bernard kucing special, jaga baek2.. :D
BalasHapusHuhuhu... Poor kittens... May they rest in peace in kitty heaven. Aamiin!
BalasHapusaaaaa ... sedih ... T.T
BalasHapusaku doakan semoga bernard panjang umur ...